27 April 2008

Flek Paru, apa iya ?

Beberapa tahun belakangan ini, hampir dimana-mana istilah Flek Paru mencuat kembali. Sudah terlalu banyak anak dengan keluhan batuk lama didakwa sebagai flek paru dan berlanjut pada pemberian obat TBC selama 6 bulan, 12 bulan hingga 2 tahun.
Saking takut dan nurutnya orang tua, atau mungkin karena minimnya informasi, atau merasa tidak ada jalan lain, maka para orang tua manut saja si anak dijejali obat TBC sekian lama, plus embel-embel keharusan minum obat bangun tidur pagi.

IDAI sudah memperingatkan hal ini, yakni kecenderungan dokter mendakwa flek paru. Beberapa dokter tak tahan menggugat mempertanyakan keabsahan diagnosa flek paru, termasuk beberapa orang tua ikut meragukannya.

Tak soal jika memang TBC.
Bagaimana jika ternyata bukan ? Bagaimana jika ternyata asma ? Bagaimana jika batuk lain yang bukan TBC ?
Lagi-lagi, informasi menjadi salah satu kata kunci untuk menjawabnya.

FAKTA BERBICARA
Sejak sekitar tahun 2000-an di daerah kami, kecamatan Palaran, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, perusahaan kayu lapis masih jaya-jayanya. Beberapa klinik Perusahaan menjadi ajang rebutan para dokter. Penulis nggak ikut-ikut kendati mereka (pihak perusahaan) melayangkan permohonan untuk menjadi dokter klinik perusahaan.

Saat itu ada kecenderungan, para dokter perusahaan menjalin “kerja sama” dengan dokter “tertentu”. Entah kebetulan atau booming, setiap anak dengan batuk lama dan pada pemeriksaan radiologis (rotgen) menunjukkan kesan: Bronkitis atau bronkopnemonia ditambah suspect (tidak menyingkirkan kemungkinan) TBC atau biasa disebut suspect spesifik, tak ayal si anak menuai hadiah diagnosa TBC dan disusul dengan pengobatan jangka panjang.
Tak peduli imunisasi lengkap, tak peduli si anak tak nampak sakit, tak peduli si anak lincah pencilakan, pokoknya ™ FLEK Paru dan minum obat jangka lama.
Tak hanya beberapa anak, tak hanya belasan anak, puluhan sodara-sodara !!!

Untungnya di kota kami hanya ada 1-2 dokter yang hobi mendiagnosa flek dengan pesan TIDAK BOLEH periksa ke dokter lain. *ahhhhh*
Di kota kelahiran penulis, Jember, ternyata sami mawon. Seorang anak tetangga yang menderita asma mulai kakek, dan ibunya, tak luput dari dakwaan flek dan sudah minum obat 18 bulan, masih juga batuk dan ngak-ngik saat malam tiba. (sekali nebus obat ratusan ribu)
Terpaksa penulis anjurkan untuk menghentikannya, ganti obat asma.
Dia tidak sendiri, dalam satu lingkungan, beberapa anak dengan batuk lama, rata-rata didakwa flek dan mendapatkan obat TBC.

Tetangga depan rumah di Palaran, kedatangan ponakan 2 balita dari Jakarta. Batuk lama, sembuh 2 minggu kumat lagi, kadang sembuh sebulan lalu batuk lagi sampai 1 minggu lebih. Keduanya membawa obat TBC. Keduanya juga didakwa menderita flek dan sudah minum obat setahun lebih.
Tante dan om-nya yang tetangga depan rumah, bertanya-tanya berobat setahun lebih koq masih botak-batuk, krak-krok, ngiklik.

R E L A S I
Beberapa kali penulis konsultasi dan mendiskusikan fenomena flek kepada seorang sejawat DSA di Surabaya, kakak ipar di Magelang yang juga DSA dan ahli paru di kota kami. Beliau-beliau hanya tertawa sambil mengatakan: “tidak semudah itu”. Dan tentu ada komentar serta pendapat yang kurang pantas dipublikasikan.

SIKAP ORANG TUA
Beragam ekspresi dan pertanyaan menggelayut di benak para orang tua ketika anaknya didakwa flek dengan keharusan minum obat selama 6 bulan.

  1. Pertama: orang tua bangga lega karena merasa sudah ketemu penyakitnya. Mereka rela membayar berapapun setiap bulan dan berapa lamapun berobat. Pada kelompok ini kadang ada sebagian pindah berobat ketika setelah pengobatan 2 tahun si anak tetap batuk-batuk.
  2. Kedua: orang tua terkejut, merasa tidak ada yang TBC di sekitarnya. Karena ingin sembuh, tetap nurut minum obat TBC selama 6 bulan. Ketika 6 bulan berlalu tetap batuk dan dikatakan belum sembuh tetap mau melanjutkan minum obat.
  3. Ketiga: orang tua setengah percaya setengah tidak percaya saat dikatakan flek dan harus minum obat TBC selama 6 bulan. Diam-diam mereka mencari second opinion untuk meyakinkan benar tidaknya si anak menderita flek (TBC).

URUN REMBUG

  1. Jika dakwaan tersebut menimpa anak atau kerabat , bagaimana sikap para pembaca?
  2. Apa saran pembaca terkait fenomena di atas ?

Semoga bermanfat

Topik Terkait:

Artikel asli: di sini

Tidak ada komentar: